- Sahabat Hebat Mulia Kedudukan seorang pemimpin dalam Islam sangatlah penting. Bahkan keberadaannya FARDHU KIFAYAH, dimana setiap manusia aka...
- PesantrenBisnis.com mempersembahkan : Tahfidz & KiDs DigitalPreneur CamP. Program Keren sangat cocok untuk Generasi Melenial yang ing...
- Sahabat Hebat Mulia, Apakah Rasulullah SAW Berpolitik ? Apa Pengertian Politik Dalam Islam ? Apa Dasar Hukum Kita Wajib Berpolitik ? Apaka...
- Artikel lainnya : Jurus Jitu Masuk Parlemen " Mengapa Anda HARUS menjadi Pemenang, MENANG, menang dan terus MENANG ? " Siapa yang ...
- Oleh: H. Ahmad Syaikhu Dalam Mencapai kemenangan, Semangat dan optimisme itu harus diikuti dengan lima syarat untuk meraih kemenangan. Apa ...
Masjid inilah yang kemudian menjadi sentral kegiatan umat
Islam, mulai dari praktek ritual (beribadah), mengadili perkara,
majlis ta’lim, bahkan jual-beli pernah dilakukan di kawasan masjid
tersebut. Hanya mengingat kondisi yang tak memungkinkan, maka pada akhirnya
harus dipindahkan. Masjid tersebut juga merupakan pusat pertemuan kaum muslimin
dari seluruh wilayah Islam.
Secara makna, Masjid berasal dari kata sajada yang berarti tempat sujud. Sementara itu, masjidan merupakan kata benda yang memiliki arti tempat bersujud. Sehingga dapat dimaknai bahwa masjid adalah sebuah tempat untuk bersujud umat muslim kepada Allah SWT.
Masjid yang pertama kali di bangun di dunia ialah masjid
Quba. Saat itu Rasulullah SAW dalam perjalanan hijrah dari Mekkah menuju
Madinah, kemudian Nabi mendirikan masjid untuk pertama kalinya di perkampungan
Quba. Masjid yang dibangun pada 8 Rabiul Awwal atau 23 September 622 Masehi ini
memiliki sejarah penting bagi perkembangan umat muslim.
Hingga kini, masjid tersebut masih menjadi tujuan ziarah
bagi para jamaah haji. Selain memiliki sejarah penting, bahkan ada sebuah
riwayat Nabi yang menyatakan apabila seorang muslim mengunjungi Masjid Quba
untuk melakukan ibadah shalat maka pahala yang didapatkan sama dengan melakukan
umrah. Tak heran, Masjid Quba selalu dipadati oleh para pengunjung.
Masjid merupakan lambang dan tempat beribadah bagi umat
Islam. Dalam buku Manajemen Masjid (1995) karya Ramlan Marjoned, selain
berkaitan sebagai tempat ibadah, fungsi lain masjid adalah: Masjid merupakan
temoat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan yang timbul dalam
masyarakat. Masjid merupakan temoat kaum muslimin untuk berkonsultasi,
mengajikan kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan. Masjid tempat
membina keutuhan ikatan jemaah dan kegotong-royongan di dalam mewujudkan kesejahteraan
bersama. Masjid dengan mejelis taklimnya merupakan wahana untuk meningkatkan
kecerdasan dan ilmu pengetahuan kaum muslimin. Masjid tempat untuk mengumpulkan
dana, menyimpan, dan membaginya. Masjid tempat melaksanakan pengaturan dan
supervisi sosial.
KEDUA, MEMPERSATUKAN KELOMPOK ANSHAR DAN MUHAJIRIN YANG BERSELISIH.
Dalam sejarah kota Madinah, penduduk asli Madinah terdiri dari dua suku Arab yaitu Aus dan Khazraj. Sebelum kedatangan Rasulullah, dua suku ini sudah cukup lama terlibat konflik dan permusuhan. Walaupun begitu, suku Aus dan Khazraj sebenarnya merasa lelah dengan permusuhan di antara mereka dan mereka berusaha untuk menghentikan konflik yang ada.
Selanjutnya, enam orang pemuda Yastrib bertemu dengan Rasulullah di Aqabah Mina. Keenam pemuda tadi tertarik dengan ajaran Rasulullah dan yakin bahwa Rasulullah mampu membawa harapan bagi bersatunya dua suku yang berselisih.
ada akhirnya, proses baiat Aqabah pertama
terlaksana dan diikuti oleh dua belas orang. Baiat Aqabah kedua
diikuti lebih banyak orang, yaitu 70 orang hingga terbentuklah komunitas muslim
dari suku Aus dan Khazraj di Madinah. Komunitas muslim ini
semakin lama semakin berkembang terutama setelah datangnya Nabi Muhammad SAW ke
Madinah.
Kelompok dari komunitas ini berperan sebagai pembela dan
pendukung Rasulullah dan para sahabat yang hijrah ke Madinah, baik yang sudah
ada sebelum Rasulullah datang maupun setelah kedatangan Nabi Muhammad SAW.
Suku Aus dan Khazraj tadi kini berubah
menjadi kaum Anshar, yakni para penolong yang membantu kaum muslimin
Makkah yang hendak hijrah ke Madinah. Sahabat-sahabat Nabi yang hijrah dari
Mekah ke Madinah disebut kaum Muhajirin.
Kaum Muhajirin datang ke Madinah menempuh
perjalanan sejauh 450 kilometer dengan segala keterbatasan. Segala harta
kekayaan mereka mulai dari rumah, ternak, kebun, dan kekayaan lainnya mereka
tinggalkan di Mekah.
Bagi Abdurrrahman bin Auf, yang terkenal sangat kaya, juga
rela meninggalkan hartanya. Karena baginya, bisa hijrah ke Madinah saja sudah
merupakan keberkatan karena tokoh Quraish menghalangi mereka semua
untuk hijrah dengan segala upaya mereka.
Para kaum Muhajirin yang hijrah ke Madinah, mereka
banyak dibantu oleh kaum Anshar yang bersedia menampung mereka yang
tidak bisa menginap di Masjid yang baru dibangun Rasulullah. Rasulullah-lah
yang dengan upayanya yang cemerlang, yang tidak pernah dilakukan oleh pemimpin
manapun, yang berhasil mempersatukan kaum Anshar dan kaum Muhajirin.
Di rumah Anas bin Malik, Rasulullah mempersaudarakan sembilan puluh orang laki-laki dari kaum Anshar dan Muhajirin. Hal ini terdapat dalam QS Al-Anfal 8:75 yang berbunyi, “Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga).”
“Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Setelah dipersaudarakan oleh Nabi, kedua kaum berbagi hampir
apa saja yang mereka miliki. Merekahlah yang menjadi komunitas masyarakat
Muslim pertama di Madinah.
Itu tadi sedikit sejarah kota Madinah mulai dari sebelum kedatangan Rasulullah hingga Rasulullah hijrah ke Madinah. Keberhasilan Beliau dalam mempersatukan dan mempersaudarakan kaum Anshar dan kaum Muhajirin membentuk komunitas masyarakat Muslim di kota suci kedua ini.
Ali ra. dipilih sebagai saudara beliau sendiri, Abu Bakar dipersaudarakan dengan Kharijah Ibn Zuhair dan Ja’far Ibn Abi Thalib dipersaudarakan dengan Muaz Ibn Jabbal. Demikianlah nabi telah mempersatukan tali persaudaraan mereka. Dengan demikian terciptalah persaudaraan yang berdasarkan agama, sebagai pengganti dari persaudaraan yang berdasarkan ras dan suku sebagaimana yang telah dipraktekan orang-orang Jahiliyyah sebelumnya.
KETIGA, MENJADI MODERASI BERAGAMA PERJANJIAN SALING MEMBANTU ANTARA KAUM MUSLIMIN DENGAN NON-MUSLIM.
Penduduk Madinah saat itu terdiri dari tiga golongan: kaum
muslimin, Yahudi (yang terdiri dari Bani Nadhir dan Quraidhah) dan bangsa Arab
yang masih pagan (penyembah berhala). Karena itu nabi mempersatukan
mereka dalam satu masyarakat yang terlindung, sebagaimana yang terumuskan dalam
Piagam Madinah.
nilai dan perspektif Moderasi Beragama telah inheren pada
diri Rasulullah Muhammad SAW, pada ajaran-ajarannya, terukur dalam sikapnya,
dan terpancar pada tindakannya.
Rentang kesejarahan dengan periode nubuwwah telah demikian
lama, namun Muhammad SAW memberi teladan perilaku dan inspirasi yang demikian
nyata dalam mengelola heterogenitas dengan prinsip penghargaan terhadap hak
asasi dan sikap saling memuliakan. Di luar jaminan Al Quran atas semua
keutamaannya, teladan dan tindakan Muhammad SAW tersebut dengan sendirinya
menempatkannya menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia, baik yang beriman
kepadanya maupun yang tidak.
Sebagai produk yang lahir dari rahim peradaban Islam, Piagam Madinah diakui
sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat
Madinah yang plural, adil, dan berkeadaban.
Di mata para sejarawan dan sosiolog ternama Barat, Robert N
Bellah, Piagam Madinah yang disusun Rasulullah itu dinilai sebagai konstitusi
termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di dunia. Berikut petikan
lengkap terjemahan Piagam
Madinah yang terdiri dari 47 pasal:
Preambule:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini
adalah piagam dari Muhammad, Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan Muslimin
(yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka,
menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.
Pasal 1: Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari
(komunitas) manusia lain.
Pasal 2: Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy sesuai
keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka dan
mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 3: Banu 'Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka,
bahu-membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 4: Banu Sa'idah, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin. Pasal 5: Banu al-Hars, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka,
bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 6: Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 7: Banu al-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 8: Banu 'Amr Ibn 'Awf, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 9: Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 10: Banu al-'Aws, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 11: Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan
orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan
baik dalam pembayaran tebusan atau diat.
Pasal 12: Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat
persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa persetujuan dari padanya.
Pasal 13: Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang
orang yang di antara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat,
melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka
bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara
mereka.
Pasal 14: Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang
beriman lainnya lantaran (membunuh) orang kafir. Tidak boleh pula orang mukmin
membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.
Pasal 15: Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan)
diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu,
tidak tergantung pada golongan lain.
Pasal 16: Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita
berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan
ditentang (olehnya).
Pasal 17: Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang
mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam
suatu peperangan di jalan Allah Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan
di antara mereka.
Pasal 18: Setiap pasukan yang berperang bersama kita
harus bahu-membahu satu sama lain.
Pasal 19: Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh
mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan
bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.
Pasal 20: Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi
harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan
melawan orang beriman.
Pasal 21: Barang siapa yang membunuh orang beriman dan
cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali si terbunuh
rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
Pasal 22: Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat, dan tidak diterima daripadanya penyesalan dan tebusan.
KEEMPAT, MELETAKKAN DASAR POLITIK, EKONOMI DAN SOSIAL BAGI TERBENTUKNYA “MASYARAKAT BARU”.
Seperti analisis Montgomery Watt (1989), hijrah nabi pada
tahun 622 M menunjukkan permulaan kegiatan politiknya. Namun beliau tidak
dengan tiba-tiba mendapatkan kekuatan politik yang begitu besar itu melainkan
tumbuh dengan perlahan-perlahan.
Konsesi-konsesi dengan warga Madinah yang akan beliau masuki (ketika beliau masih berada di Makkah) berarti pendirian badan politik baru, yang didalamnya terdapat kelonggaran untuk merealisasikan potensi politik dari pemikiran Al-Qur’an. Itulah sosok Muhammad, orang pertama yang memikirkan proses perubahan yang terjadi dalam masyaralat Makkah secara serius, radikal dan humanistik. Beliau tidak sekadar menyeru orang untuk men-tauhid-kan Allah, melainkan juga membangun masyarakat baru yang demokratis, berperadaban, dan tidak korup.
TAG : EMPAT LANGKAH SUKSES NABI MUHAMMAD DALAM MERAIH KEMENANGAN DAN PEMMBENTUKAN NEGARA MADANI AMAN ADIL DAMAI DAN MAKMUR
SUMBER : www.republika.co.id dan dari berbagai sumber
Semoga kita selalu meneladani Rasulullah. Aamiin.
BalasHapusKeempat langkah langkah tersebut kita upayakan.untuk.mewujudkan masyarakat madani
BalasHapus